#MeiThoughtsAbout “Can Machines Fall In Love?” Album

Annisa Dwi Meitha
5 min readJun 1, 2024

--

Bagaimana mungkin aku melewatkan kesempatan untuk mengutarakan isi kepalaku tentang betapa manisnya album terbaru ini?

Kalau biasanya tagar ini digunakan untuk mengutarakan isi kepalaku tentang sebuah film atau buku, kali ini akan sedikit berbeda karena aku ingin melakukannya pada sebuah album manis yang baru resmi dirilis pada 30 Mei 2024 kemarin.

Maliq & D’Essentials (2024)

Namanya Can Machines Fall In Love?, karya yang akhirnya dikeluarkan oleh Maliq & D’Essentials setelah kali terakhir merilis album RAYA pada 2021 lalu. Aku bukan pengamat musik, apalagi seorang jurnalis yang paham bagaimana cara penulisan dan ulasan yang baik dan kritis. Aku tidak objektif, karena ini mengenai band yang menemani masa remaja hingga seperempat dekade ku hari ini. Jadi, biarkan aku menulis ini sebagai bentuk apresiasiku terhadap kerja keras keenam personil Maliq & D’Essentials dan seluruh orang hebat dibaliknya.

Perlu untukku menyombongkan diri karena sudah mendengar lagu ini sebelum benar-benar resmi dirilis di berbagai online platform, yaitu dalam Exhibition yang mereka selenggarakan di ASHTA District 8, Jakarta Selatan. Gak cuma manis dalam penulisan lirik, mereka juga membuat siapapun yang datang ke Exhibition yang diselenggarakan secara gratis selama satu bulan penuh itu merasa spesial karena benar-benar bisa mendengarkan seisi album full dari awal sampai akhir.

Maliq & D’Essentials “Can Machines Fall in Love?” Exhibition (photo by me)

Diluar lagu “Aduh” dan “Kita Bikin Romantis” yang sudah menempel diluar kepala bahkan sebelum mendatangi Exhibition, aku jatuh cinta pada pendengaran pertama pada track 6 yang kini kutahu berjudul “Begini Begitu”. What should I do to feel loved like this?

Oh, jangan lupakan bagaimana mereka membuat Dadidu di Dada masuk dengan sangat lembut setelah Intro selesai! Menurutku, posisi track 1 hingga 7 sudah benar-benar tepat untuk dikemas menjadi sebuah perjalanan kisah cinta yang manis dan penuh cerita. Tapi gak sampai di pujian-pujian ini aja, aku mau coba jabarkan gemuruh dalam kepala dan dadaku sejak detik pertama mendengar satu per satu track dalam album ini. Perlu diingat kalau setiap kalimat yang keluar setelah ini punya intonasi (!!!) alias menggebu-gebu!

Hearing Section at Maliq & D’Essentials “Can Machines Fall in Love?” Exhibition (photo by me)

1. Intro + Dadidu di Dada

Kali pertama mendengar lagu ini, reaksi pertamaku adalah “AH!”. Rasanya kayak disindir sekaligus diwakilkan hanya dalam durasi 5 menit! Dengan alunan musik yang seolah mewakili jantung yang berdegup kencang, lagu ini akan sangat mengisi hati siapapun yang dekat dengan seseorang tanpa rencana akan jatuh cinta sedalam itu.

Berlatar pengalaman pribadi, perasaan yang memenuhi diri ketika dihadapi dengan situasi ini rasanya gak karuan. Resah menyalahkan diri kenapa jatuh secepat itu, tapi juga terus menikmati gejolak dalam perut yang muncul hampir tiap waktu.

Siapapun yang mudah jatuh cinta, bait “Berulang-ulang kubilang tahan dulu ‘tuk terbawa perasaan terlalu dalam” akan terdengar seperti teguran untuk diri sendiri.

Banyak pendengar yang langsung teringat pada lagu Penasaran dari album “The Beginning of A Beautiful Life”, seolah Dadidu di Dada merupakan intro yang selama ini dibutuhkan.

Jatuh lagi ke angan kesekian kalinya, sudah kuduga-duga

Terbang tinggi ke awan, lalu hanyut tenggelam, sudah kuduga juga

Berulang-ulang kubilang tahan dulu ‘tuk terbawa perasaan terlalu dalam

Tentang kita yang merasa tak pernah bisa biasa

Mengapa oh mengapa jatuh lagi hatinya

Bagaimana caranya, oh bagaimana semestinya?

Tentang kita yang menggila, tak pernah butuh logika

Mengapa oh mengapa semakin indah jadinya rasa..

2. Aduh

Kalau Dadidu di Dada merupakan impresi pertama seseorang ketika menyadari perasaan tak biasa yang muncul dalam dirinya, lagu Aduh ini menjadi fase kala seseorang kepalang jatuh cinta.

Detak jatung berdegup tenang, aliran darah mengalir kencang, isi pikiran halu melayang, akal sehat hilang …

Oh, god. What else do we need to show that someone is in love?

Liriknya yang berulang seolah menjadi penekanan kalau he/she means it. Mengirimkan lagu ini sebagai bentuk kasih pada orang tersayang bisa menjadi opsi, terlebih untuk kamu yang punya pasangan dengan words of affirmation sebagai love languange utamanya, hahaha.

Bilang-bilang kalau nanti kangen

Diam-diam aku pasti kangen

Mau bilang, takut tambah kangen

Makin hari makin ingin bilang

Surga itu kamu

3. Terus Terang

Oh sialnya aku cinta kepadamu

Menyesakkan dada namun aku terus

Menaruh harapan ke hati yang belum tentu

Untuk aku

Lagi-lagi, dibandingkan dengan Dadidu di Dada yang seolah menjadi gambaran fase pertama perjalanan jatuh cinta seseorang, lagu Terus Terang merupakan fase dimana ia menyadari kalau jatuh cinta tidak sesederhana itu. Ia bisa jatuh cinta dengan orang yang tepat, namun tidak di waktu yang tepat.

Hari-hari kudengarkan kau bercerita tentang kisah kau dan dia. Suatu hari akankah kugantikan dia?

Menjadi yang hadir di garda terdepan untuk seseorang yang sekadar dilabeli milikku pun gak bisa, lagu ini menunjukkan rasa gelisah yang besar didalamnya. Ditutup dengan tujuh pertanyaan retorik yang takkan berani terlontar dari lidah. Karena kalau benar ada dirinya (meski sedikit) di hati, mengapa keadaan seperti ini dibiarkan terjadi?

Lagu ini benar-benar bisa dikemas sedemikian rupa (yang gak kupahami istilahnya) menjadi sebuah lagu dengan musik tenang namun lirik yang menyedihkan. Tipikal lagu yang akan terpatri di kepala karena dibawakan dengan sangat manis oleh Maliq & D’Essentials.

4. Kita Bikin Romantis

Lagu ini seperti Aduh versi eskpresif, untukku. Keduanya sama-sama punya kesan super romantis dan membuat siapapun yang mendengarnya akan merasa sangat dicintai, namun dengan cara yang berbeda. Kalau Aduh merupakan lagu yang lebih mengutarakan isi kepala dan perasaan yang dirasakan, Kita Bikin Romantis adalah versi “nyata” nya.

Jalan sambil bergandeng tangan, berdansa sambil pelukan rasa, bermain mata …

Lagu ini mampu membawa kita pada memori manis dengan pasangan kala bepergian dengan tangan yang bertaut, tersenyum dari mata ke mata seraya mengalirkan perasaan penuh cinta dari diri masing-masing. Lagu ini terlalu manis dan penuh makna untuk dikatakan overrated. Dengarkan dari detik pertama dan biarkan hatimu yang berargumen.

5. Begini Begitu

Have a peaceful day full of love with your partner. Who wants to end it quickly?

Dari detik pertama lagu ini terputar, aku langsung membuka notes untuk menulis “Ranking 1: TRACK 6!!!”. Irama yang menyenangkan, masuknya suara Angga dan Indah yang terdengar begitu manis sukses memeluk telinga dengan lembut.

Hearing Section at Maliq & D’Essentials “Can Machines Fall in Love?” Exhibition (photo by me)

Lari kedalam memori manis bersama pasangan kala berjalan dibawah terangnya malam, mengulur-ulur waktu seolah memohon kompensasi agar tak segera berakhir karena larutnya malam. Gak ada pujian paling tepat untuk lagu ini selain manis. Sangat manis.

Duhai rembulan, tahan dulu matahari datang

Malamnya indah, ku tak ingin cepat berakhir sudah

Tolong gemintang, senangi hati ini, jangan pulang

Biar semua melihat aku kamu

6. Hari Terakhir

Sampai pada lagu terakhir yang dari judulnya bisa jadi love-hate relationship untuk pendengarnya. Lagunya menyenangkan, tapi tidak dengan liriknya. Lagu ini seolah mengungkapkan perasaan sesak seseorang yang mengenang kembali masa indah bersama sosok dari masa lalunya. Masa lalu yang digambarkan begitu merdu.

Hari Terakhir merupakan pilihan tepat untuk menutup lagu pada album ini. Menutup kisah yang sejak awal terasa begitu manis dan memabukkan, diakhiri dengan tak kalah manis dan berartinya.

Suatu hari akankah nanti

Temukan sepertimu lagi?

Suatu hari akankah nanti

Satu hari terakhir begitu lagi?

Sugohaesseo, Maliq & D’Essentials!🫶

--

--